Jumat, 30 Juni 2017

Teruntuk Aku dari Budapest

Bila air adalah nyawamu
Maka izinkan aku  melepas dahagamu
Apabila kemudian gelap mengikutimu
Tak perlu ragu
Aku adalah kawanmu


Budapest! 
Perjalanan lima hari di kota cantik ini menambah rasa syukur atas nikmat yang tiada henti diberikan-Nya. Untuk seluruh pihak yang kelak akan kuceritakan dalam perjalanan ini, terimakasih karena telah menjadi bagian dari pembelajaranku. Semoga keselamatan senantiasa selalu bersama kalian. Aamiin. 

Hari pertama, aku benar-benar takjub karena gemerlap lampu di pusat kota -yang mana teramat jarang ditemukan di Lippstadt- cantik sekali. Lampu jalan dan penerangan di gedung-gedung entah bagaimana caranya dibuat sangat cantik dan indah, mirip seperti yang sering kita lihat di film :)
Berbagai bahasapun terdengar berseliweran, Inggris, Jerman, Rusia dan tentu saja bahasa Hungaria yang sama sekali ngga aku pahami. Indah sekali melihat beragam wajah dan bahasa berbaur di satu tempat, menikmati keindahan bersama-sama. Namun, ada satu pertanyaan yang melintas begitu saja disela-sela makan malamku, hanya aku perempuan yang berkerudung di sini. 

Biasanya, ketika aku berkunjung ke sebuah kota besar, tak jarang aku berpapasan atau bertukar sapa dengan wanita berkerudung -entah dari negara mana asalnya- Tapi, di hari pertamaku ini, semenjak tiba di bandara, makan malam di pusat kota sampai kembali ke hotel, tak satupun kulihat wanita berkerudung. Hal ini sedikit membuatku penasara, kenapa.

Di hari kedua, terjawablah pertanyaanku, walau belum sepenuhnya. Kala itu aku sedang berdiri di luar toko cinderamata sembari menikmati bangunan-bangunan tua yang menjadi gedung pertokoan. Lalu, seorang pria menghampiriku, ia melempar senyum dengan sopan lalu menyapaku dengan kalimat salam "Assalamualaikum". Aku sontak menjawabnya dengan "Waalaikumsalam", sembari menahan tawa bahagia karena aku bertemu saudara di tanah yang tak kukenal. Kemudian, pria itu berkata dalam bahasa Arab dengan cepat dan lantang. Aku yang tak mengerti bahasa Arab sama sekali langsung memotong perkataannya yang menggebu-gebu "Sorry, i don't speak Arabisch" - iya Arabisch pake -sch Arabisch -_-. Pria itu kemudian kembali mengajakku berbincang namun kali ini dalam bahasa Inggris. 

Harus aku akui bahwa kemampuan bahasa Sundaku yang sering remedial ini lebih baik daripada bahasa Inggris :( Pria yang kemudian aku tahu asalnya dari Tunisia itu sama sekali tidak mengomentari bahasa Inggrisku yang kalang kabut. Dia terus mengajakku berbincang dan semakin bersemangat ketika tahu bahwa aku berasal dari Indonesia. Dia sangat senang ketika ada satu atau dua wisatawan dari Indonesia atau Malaysia yang ia temui. Menurut penjelasannya, sangat jarang wisatawan berkerudung yang ia temui di Budapest olehkarena itu ia sangat bahagia ketika bisa berbincang dengan salah satu saudaranya -begitulah ia memanggilku.

Kemudian, ia kembali bercerita tentang sulitnya melaksanakan puasa di musim panas. Bukan  karena tingginya suhu atau matahari yang bertengger lebih lama melainkan karena keharusan menjaga pandangan dari hal-hal yang tak seharusnya dipandang. Baginya berpuasa di suhu 38 derajat celcius tak seberapa dibanding melihat wanita-wanita dengan sleeveless shirt yang berjalan-jalan di sekitarnya. Mendengarnya, aku mengerti bahwa setiap orang di bulan ramadan memiliki ujiannya sendiri-sendiri. Untuk sebagian orang mungkin menahan lapar dan haus adalah ujian yang sangat besar tapi bagi sebagiannya lagi menjaga pandangan mungkin adalah ujian yang berat dan bagiku sendiri, menahan hawa nafsu adalah ujianku selama ramadan.

Pria berambut ikal ini selesai menceritakan keluh kesahnya dan bagaimana ia mengatasi ujian-ujian selama ramadan, kemudian ia bertanya bagaimana dengan ramadanku. Belum lengkap aku menjawab pertanyaannya, aku baru memulai dengan kalimat "well, honestly it's my first ramadan here..." dia membrodolku dengan banyak pertanyaan dan pernyataan. Dia tidak mengira aku yang dimatanya begitu fit dan oke oke aja ternyata baru pertama kali puasa di eropa, dia kemudian menawarkan banyak "service" untukku. Selain memberiku banyak nasihat soal ramadan dan bagaimana agar aku bisa tahan berpuasa di Budapest. Ia pun menawariku untuk berkeliling pusat perbelanjaan dengan menggunakan rooder secara gratis! Lebih cepat dan ngga capek, katanya. Bukan bermaksud menolak rejeki tapi pertama aku takut jatuh kedua waktu jalan-jalanku telah habis dan aku harus segera berkumpul kembali dengan kelompokku. Aku menolaknya dengan halus kemudian berpamitan, dia sela ucapan perpisahan kami dia tetap mengingatkanku untuk menjaga ramadanku, thx brother!

Pertemuanku dengan brother ikal satu itu ternyata menuntunku pada pertemuanku selanjutnya dengan seorang ibu dari Indonesia yang telah 17 tahun tinggal di Budapest. Masih sesak karena bahagia bertemu dengan si brother , aku kembali dibuat kaget saat mendengar  pembicaraan dua wanita dalam bahasa Indonesia. Pertama, aku minta maaf dulu karena nguping pembicaraan orang. Aku spontan menoleh ke arah sumber suara, kedua ibu tersebut melempar senyum ke arahku sembari berkata ,"orang Indonesia, ya? PPI?" Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, salah satu ibu berlari mengejar trem sembari melambai ke arahku yang berdiri senang tapi bingung di jalur trem. Lampu pun berubah hijau, aku dan ibu yang sampai sekarang aku sesali kenapa aku ngga nanya nama beliau siapa, melanjutkan perjalanan. Ternyata kami searah, syukurlah! Kemudian beliau bercerita bagaimana suhu 38 derajat ini baginya masih terlalu dingin, ia dan suaminya yang telah 17 tahun tinggal di Budapest dan bagaimana indahnya kota Budapest baginya. Hal kedua yang aku sesali adalah, kenapa aku ngga minta nomer ibu itu. Sebelum berpisah ibu itu memberikan beberapa nasihat untukku selama di Budapest. Terimakasih, Bu! Semoga kita bertemu lagi, aku masih ingat wajah Ibu dan anak Ibu serta kerudung biru yang Ibu kenakan saat itu :) 

Setelah bertemu dengan si brother dan ibu-ibu Indonesia tersebut, entah dari mana asalnya tapi aku jadi semakin semangat untuk terus melanjutkan program perjalanan kami di Budapest. Selain materi dan informasi yang diberikan oleh pendamping kelompok dan pemandu wisata, ternyata banyak informasi lainnya yang tanpa diduga aku dapatkan dari orang-orang yang kutemui di jalan. Ini semakin menambah keyakinanku bahwa keberadaanku di sini adalah untuk belajar. Belajar membuka mata lebih lebar agar semakin peka terhadap sekitar. Belajar bersyukur atas segala yang diberikan-Nya melalui berbagai jalan yang terkadang tidak pernah kita duga. 

Meskipun demikian, aku merasa bersalah pada seorang ibu yang aku ngga tau dari mana asalnya. Saat itu aku sedang menunggu trem untuk kembali ke hotel, dari seberang jalan seorang ibu berkerudung memandangku dengan intens. Ketika lampu untuk penyebrang jalan telah hijau, ibu itu dengan sedikit berlari menghampiriku dan menyapa dengan kalimat salam "Assalamualaikum" aku menjawabnya dengan "Waalaikumsalam". Kemudian ia berkata dalam bahasa Arab yang aku tidak pahami. Aku menginterupsinya dengan berkata bahwa aku tidak mengerti ucapannya. Kemudian dengan terbata-bata dia berkata masjid, shalat sembari melakukan takbiratul ihram dan melipat kedua tangannya di dada. Aku paham, ibu itu bermaksud bertanya di mana masjid ia hendak menunaikan shalat. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku sembari terus berkata maaf aku tidak tahu. Aku mencari pemandu wisataku berniat bertanya apakah ada mesjid di sekitar sini tapi sayangnya pemandu wisataku ternyata berada di sebrang jalan dan melambai-lambaikan tangannya ke arah kami sembari menyuruh kami bergerak berpindah halte. Dengan berat hati aku meninggalkan ibu tersebut sembari berkata maaf karena hanya itu yang dapat aku ucapkan. 

Doaku untuk ibu itu, semoga Allah memberikan petunjuk-Nya melalui jalan lain. Maaf aku ngga bisa membantumu, Bu. Tapi kelak, semoga aku bisa membantu dengan cara yang lain.

Perjalanan ini semakin membuatku yakin bahwa persaudaraan itu bukan hanya dari darah atau suku bangsa, Lebih dari itu. Tidak terikat tanah kelahiran, tidak tercantum dalam kartu keluarga melainkan terikrar dalam hati.

Semoga kelak dapat bertemu dengan saudara-saudara yang lainnya di berbagai penjuru dunia.

Salam dariku dan sedikit potret cantik dari Budapest