Aku
ingin mencintaimu dengan sederhana :
Dengan
isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya
tiada...
Sapardi
Djoko Damono
...
Aku hanya apa yang
kau baca, yang selalu kau cerca, saat menemukan yang tidak tepat. Namun, tak
jarang aku berisi rangkaian kalimat yang menarik, lalu kau menyalinnya di atas
notes hitam kesayanganmu itu. Aku senang, kau senang, apalagi yang kurang.
Maafkan aku yang
mungkin sebagai penyebab kau bermata empat. Namun, dengan kacamatamu itu,
sungguh kau terlihat cantik dan menarik. Kacamata bulat mata kucingmu itu
serasi dengan bentuk wajahmu yang lonjong. Bingkai hitamnya menonjolkan warna
matamu yang secokelat mata kucing.
Aku ingat berbagai
ekspresi wajahmu. Saat kau menangis mendapat akhir yang menyedihkan, saat kau
tersenyum menerima penutup yang bahagia atau saat kau mengangkat alis dan
menaikan bagian kanan bibir atasmu, aku tahu saat itu pasti kau keheranan
dengan apa yang baru saja kau baca, aku suka ekspresi itu, sungguh, wajahmu terlihat
lebih lucu dan imut.
Aku tahu, aku tak
seperti mereka, yang mampu bersuara. Aku hanya terdiri dari untaian kata yang
dengan telaten kau baca hingga titik dan koma. Memandang wajahmu yang selalu
tepat di hadapanku saja sudah teramat cukup membuatku senang, walau tak pernah
kenyang.
Ada candu yang
terkandung dalam dirimu. Semenjak pertama kali aku dibawamu, di dekap hangat
kedua tanganmu, bahkan tak jarang dipeluk hangat di depan dadamu, aku rindu
semua itu. Kau begitu apik dan telaten merawatku serta kawan – kawanku. Aku
senang berdiri, berbaring, berbaris rapi di rak dinding. Kawan – kawanku pun
senang. Mengapa tidak, kau merawat kami dengan baik, tak membiarkan secuil debu
pun hinggap pada kami. Dengan telaten tangan – tangan lembutmu membubuhkan inisial
namamu pada kertas label, tak lupa kau tulis kode penulisnya. Tak sampai
disitu, kau membungkus kami dengan plastik sampul bening, kami terlihat rapi
dan bersih karenanya. Lalu kau simpan kami sesuai kode di kertas label.
Sejujurnya andai
ada kuasa, kekuatan dan keajaiban. Ingin aku sedikit memprotesmu, memintamu tak
sebegitu sering menambah populasi di rak dindingmu. Rasaku saja belum sampai
benar padamu, bagaimana aku bisa bersaing dengan mereka yang baru – baru.
Namun, kebahagiaanmu melihat rak dindingmu terisi penuh melorotkan keinginanku
untuk angkat bicara. Senang rasanya melihat senyum bahagiamu. Tak usah ambil
pusing dengan inginku, begini saja aku cukup. Mengagumimu dari dekat, menatap
langsung mata cokelatmu diam dan bersembunyi di balik barisan kalimat yang
habis kau lahap.
Biarkan saja aku
seperti ini, tak pernah secara langsung berbicara padamu. Apalah aku ini yang
hanya cetakan printer – printer besar, yang hanya menampung puluhan ribu kata
namun tak sehuruf pun dapat aku katakan. Tak sekali pun ada kesempatanku untuk
secara langsung mendengar suaramu.
Anggap saja cerita
– cerita yang kau baca adalah wakil dari apa yang ingin aku sampaikan, sedihku,
senangku, apa yang ingin sekali aku katakan padamu, biarlah hanya tertulis
dengan rapi di atas lembaran kertas, kau hanya cukup membacanya.
Sampai titik
terakhir dalam cerita gadis dan tudung merah di rak dinding paling atas habis
menjadi abu, kau tak pernah tahu dan aku tak pernah memberi tahu, biarlah
begini, aku tak apa, sungguh.
...
Aku iri pada dia
yang bisa menatap matamu berjam – jam lamanya, tidak seperti aku yang menikmati
daun telingamu hingga keduanya panas dan kau harus menukar posisi, dari kanan
ke kiri, kiri ke kanan, ke kiri lagi, lalu kanan begitu seterusnya selama
berjam – jam hingga sambungannya terputus.
Seketika kau
langsung melemparkanku ke atas kasur, tak mau dekat – dekat denganku yang
berisik ini. Atau kau memasukkan aku dengan kasar ke dalam tasmu yang berisi
berbagai barang. Membiarkanku berdesak – desakan dengan penghuni tasmu yang
beragam, sesak, gelap dan aku masih saja tak dapat puas memandang wajahmu.
Bukannya aku tak
bersyukur dan kufur. Aku ingin sehari saja di letakkan tepat di hadapanmu,
sejajar dengan matamu, memandang wajahmu sampai kapanpun semauku. Bukan hanya
terjebak di dalam tas atau di balik selimut, tak jarang aku pun tergeletak tak
berdaya di bawah tempat tidurmu, tergeser – geser tangan dan kakimu yang
bergerak seenaknya di kala malam, membuatku yang tak berkaki ini hanya pasrah
ditendang dan diseret sampai terkapar di bawah ranjang.
Keesokan paginya
saat aku mulai berbunyi dengan nyaring, mengganggu tidurmu yang sempit, kau
marah padaku yang berisik ini, kau mencari – cariku dan kembali marah
menemukanku yang tergeletak di bawah ranjang. Aku menempel di daun telingamu,
mendengar suara di sana yang marah membentakmu, aku pun mendengar kau yang
balik marah dengan nada suara yang tak kalah tinggi. Pagi ini kalian
bertengkar, sama seperti pagi beberapa
hari yang lalu dan pagi beberapa minggu yang lalu juga pagi di bulan – bulan
yang entah sudah sampai di mana hitungannya.
Jika tak salah
mendeteksi pertengakaran ini adalah antara kau dan si Martin di ujung sana yang
aku tak tahu rupanya. Setiap kali berbicara dengannya, kata – kata kasar keluar
dari mulutmu, juga sumpah serapah yang berujung pada janji yang selalu tak kau
tepati karena itu si Martin murka dan terus menghubungimu. Aku yang tak bisa
berbicara apalagi bergerak, hanya menjadi saksi bisu pertengkaran kalian dan
menjadi objek pelengkap penderita karena sudah dapat dipastikan, kau akan
melemparku kasar ke mana saja ketika si Martin memutuskan sambungannya,
menyudahi obrolan tanpa kalimat perpisahan. Tak sopan.
Aku tak pernah
dendam padamu, sungguh. Banting saja aku sesukamu ke mana saja yang kau mau,
asalkan kau bahagia aku tak apa. Hanya ini yang mampu aku lakukan, menjadi
pelampiasanmu, untunglah aku bukan track
lari yang sudah dipakai diludahi dikeringati lalu ditinggal pergi. Kau masih
membawaku di tasmu atau menggeletakkan aku di kasurmu walau sudah kau banting
ke sana – sini.
Aku memang bukan
kertas yang mudah terbakar namun aku tetaplah benda yang akan rusak, hangus
terbakar. Biarkan segala rahasiamu dengan si Martin kusimpan sendiri bersama
perasaanku dan inginku menatap matamu tajam, biarlah semuanya ikut terbang
bersama asap – asap hitam yang mengepul di udara.
...
Perasaanku biarlah
terlukiskan lewat lagu, lewat daftar putar yang kau mainkan. Lewat foto – foto
yang sering kau buka saat lelah dengan jendela ms.word. Biarlah kau tahu perasaanku lewat tawa dan senyum yang memenuhi
layar, geli rasanya melihatmu tersenyum melihat tingkahmu sendiri.
Aku ingin kau tahu,
biarlah lagu – lagu ini mewakili aku yang tak mampu berbicara ini. Aku tak tuli
dan bisu hanya saja aku tidak diijinkan untuk berbicara. Biarlah aku tetap diam
seperti ini, menemanimu mengetik satu per satu huruf menjadi kata, kata menjadi
kalimat, kalimat menjadi paragraf, satu paragraf hingga paragraf – paragraf
lainnya. Biarlah aku tetap menyaksikanmu yang menopang dagu pada kedua tanganmu
yang menyangga, membaca ulang apa yang baru saja kau ketik, ctrl + a lalu del,
kau hapus apa yang ada di monitor dan kau ulangi dari awal.
Aku tak lelah
menemanimu, aku senang kita terjaga semalaman bahkan tak jarang hingga dini
hari. Aku melihatmu yang menarik – narik rambut tanda pikiranmu mulai kalut. Apa
yang bisa aku lakukan untuk menghiburmu selain menuruti apa yang jemarimu
perintahkan.
Saat suara boom itu aku ingat kau baru saja membuka
situs lowongan kerja. Kau panik dan kalang kabut, aku tak bisa melakukan apapun
selain berdiam diri menyaksikanmu yang histeris sembari aku terus memproses program
yang tadi kau buka.
Aku tak tahu apa
yang lebih baik kau lakukan selain apa yang baru saja kau lakukan. Meninggalkanku
dan seisi rumahmu yang sibuk dengan pikirannya masing – masing. Kami memang
berbeda rupa dan bentuk namun asal kau tahu kami satu hati di sini, mencintaimu
dalam diam dan istilah benda mati. Siapa bilang benda mati tak berhati.
...
Kebakaran yang
melanda salah satu rumah di kawasan Ampera semalam diduga akibat kelalaian yang
menyebabkan arus pendek. Namun, beberapa sumber mengatakan bahwa ada unsur
kesengajaan dalam peristiwa ini, menurut keterangan warga sekitar beberapa hari
yang lalu ada dua orang pria berbadan besar yang mendatangi rumah itu.
Membentak dan mengancam akan membakar rumah tersebut. Diduga kuat kedua pria
itu adalah penagih hutang. Tak ada korban jiwa pada peristiwa ini. Namun,
seluruh harta benda di dalamnya hangus terbakar. Terlihat buku – buku yang
hangus terbakar, telepon seluler yang hanya tinggal rangkanya serta laptop yang
hitam legam di atas meja yang sudah menjadi abu.
...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar