Sabtu, 19 Juli 2014

Achlost

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana :
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada...
Sapardi Djoko Damono
...
Aku hanya apa yang kau baca, yang selalu kau cerca, saat menemukan yang tidak tepat. Namun, tak jarang aku berisi rangkaian kalimat yang menarik, lalu kau menyalinnya di atas notes hitam kesayanganmu itu. Aku senang, kau senang, apalagi yang kurang.
Maafkan aku yang mungkin sebagai penyebab kau bermata empat. Namun, dengan kacamatamu itu, sungguh kau terlihat cantik dan menarik. Kacamata bulat mata kucingmu itu serasi dengan bentuk wajahmu yang lonjong. Bingkai hitamnya menonjolkan warna matamu yang secokelat mata kucing.
Aku ingat berbagai ekspresi wajahmu. Saat kau menangis mendapat akhir yang menyedihkan, saat kau tersenyum menerima penutup yang bahagia atau saat kau mengangkat alis dan menaikan bagian kanan bibir atasmu, aku tahu saat itu pasti kau keheranan dengan apa yang baru saja kau baca, aku suka ekspresi itu, sungguh, wajahmu terlihat lebih lucu dan imut.
Aku tahu, aku tak seperti mereka, yang mampu bersuara. Aku hanya terdiri dari untaian kata yang dengan telaten kau baca hingga titik dan koma. Memandang wajahmu yang selalu tepat di hadapanku saja sudah teramat cukup membuatku senang, walau tak pernah kenyang.
Ada candu yang terkandung dalam dirimu. Semenjak pertama kali aku dibawamu, di dekap hangat kedua tanganmu, bahkan tak jarang dipeluk hangat di depan dadamu, aku rindu semua itu. Kau begitu apik dan telaten merawatku serta kawan – kawanku. Aku senang berdiri, berbaring, berbaris rapi di rak dinding. Kawan – kawanku pun senang. Mengapa tidak, kau merawat kami dengan baik, tak membiarkan secuil debu pun hinggap pada kami. Dengan telaten tangan – tangan lembutmu membubuhkan inisial namamu pada kertas label, tak lupa kau tulis kode penulisnya. Tak sampai disitu, kau membungkus kami dengan plastik sampul bening, kami terlihat rapi dan bersih karenanya. Lalu kau simpan kami sesuai kode di kertas label.
Sejujurnya andai ada kuasa, kekuatan dan keajaiban. Ingin aku sedikit memprotesmu, memintamu tak sebegitu sering menambah populasi di rak dindingmu. Rasaku saja belum sampai benar padamu, bagaimana aku bisa bersaing dengan mereka yang baru – baru. Namun, kebahagiaanmu melihat rak dindingmu terisi penuh melorotkan keinginanku untuk angkat bicara. Senang rasanya melihat senyum bahagiamu. Tak usah ambil pusing dengan inginku, begini saja aku cukup. Mengagumimu dari dekat, menatap langsung mata cokelatmu diam dan bersembunyi di balik barisan kalimat yang habis kau lahap.
Biarkan saja aku seperti ini, tak pernah secara langsung berbicara padamu. Apalah aku ini yang hanya cetakan printer – printer besar, yang hanya menampung puluhan ribu kata namun tak sehuruf pun dapat aku katakan. Tak sekali pun ada kesempatanku untuk secara langsung mendengar suaramu.
Anggap saja cerita – cerita yang kau baca adalah wakil dari apa yang ingin aku sampaikan, sedihku, senangku, apa yang ingin sekali aku katakan padamu, biarlah hanya tertulis dengan rapi di atas lembaran kertas, kau hanya cukup membacanya.
Sampai titik terakhir dalam cerita gadis dan tudung merah di rak dinding paling atas habis menjadi abu, kau tak pernah tahu dan aku tak pernah memberi tahu, biarlah begini, aku tak apa, sungguh.
...
Aku iri pada dia yang bisa menatap matamu berjam – jam lamanya, tidak seperti aku yang menikmati daun telingamu hingga keduanya panas dan kau harus menukar posisi, dari kanan ke kiri, kiri ke kanan, ke kiri lagi, lalu kanan begitu seterusnya selama berjam – jam hingga sambungannya terputus.
Seketika kau langsung melemparkanku ke atas kasur, tak mau dekat – dekat denganku yang berisik ini. Atau kau memasukkan aku dengan kasar ke dalam tasmu yang berisi berbagai barang. Membiarkanku berdesak – desakan dengan penghuni tasmu yang beragam, sesak, gelap dan aku masih saja tak dapat puas memandang wajahmu.
Bukannya aku tak bersyukur dan kufur. Aku ingin sehari saja di letakkan tepat di hadapanmu, sejajar dengan matamu, memandang wajahmu sampai kapanpun semauku. Bukan hanya terjebak di dalam tas atau di balik selimut, tak jarang aku pun tergeletak tak berdaya di bawah tempat tidurmu, tergeser – geser tangan dan kakimu yang bergerak seenaknya di kala malam, membuatku yang tak berkaki ini hanya pasrah ditendang dan diseret sampai terkapar di bawah ranjang.
Keesokan paginya saat aku mulai berbunyi dengan nyaring, mengganggu tidurmu yang sempit, kau marah padaku yang berisik ini, kau mencari – cariku dan kembali marah menemukanku yang tergeletak di bawah ranjang. Aku menempel di daun telingamu, mendengar suara di sana yang marah membentakmu, aku pun mendengar kau yang balik marah dengan nada suara yang tak kalah tinggi. Pagi ini kalian bertengkar, sama seperti  pagi beberapa hari yang lalu dan pagi beberapa minggu yang lalu juga pagi di bulan – bulan yang entah sudah sampai di mana hitungannya.
Jika tak salah mendeteksi pertengakaran ini adalah antara kau dan si Martin di ujung sana yang aku tak tahu rupanya. Setiap kali berbicara dengannya, kata – kata kasar keluar dari mulutmu, juga sumpah serapah yang berujung pada janji yang selalu tak kau tepati karena itu si Martin murka dan terus menghubungimu. Aku yang tak bisa berbicara apalagi bergerak, hanya menjadi saksi bisu pertengkaran kalian dan menjadi objek pelengkap penderita karena sudah dapat dipastikan, kau akan melemparku kasar ke mana saja ketika si Martin memutuskan sambungannya, menyudahi obrolan tanpa kalimat perpisahan. Tak sopan.
Aku tak pernah dendam padamu, sungguh. Banting saja aku sesukamu ke mana saja yang kau mau, asalkan kau bahagia aku tak apa. Hanya ini yang mampu aku lakukan, menjadi pelampiasanmu, untunglah aku bukan track lari yang sudah dipakai diludahi dikeringati lalu ditinggal pergi. Kau masih membawaku di tasmu atau menggeletakkan aku di kasurmu walau sudah kau banting ke sana – sini.
Aku memang bukan kertas yang mudah terbakar namun aku tetaplah benda yang akan rusak, hangus terbakar. Biarkan segala rahasiamu dengan si Martin kusimpan sendiri bersama perasaanku dan inginku menatap matamu tajam, biarlah semuanya ikut terbang bersama asap – asap hitam yang mengepul di udara.
...
Perasaanku biarlah terlukiskan lewat lagu, lewat daftar putar yang kau mainkan. Lewat foto – foto yang sering kau buka saat lelah dengan jendela ms.word. Biarlah kau tahu perasaanku lewat tawa dan senyum yang memenuhi layar, geli rasanya melihatmu tersenyum melihat tingkahmu sendiri.
Aku ingin kau tahu, biarlah lagu – lagu ini mewakili aku yang tak mampu berbicara ini. Aku tak tuli dan bisu hanya saja aku tidak diijinkan untuk berbicara. Biarlah aku tetap diam seperti ini, menemanimu mengetik satu per satu huruf menjadi kata, kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf, satu paragraf hingga paragraf – paragraf lainnya. Biarlah aku tetap menyaksikanmu yang menopang dagu pada kedua tanganmu yang menyangga, membaca ulang apa yang baru saja kau ketik, ctrl + a lalu del, kau hapus apa yang ada di monitor dan kau ulangi dari awal.
Aku tak lelah menemanimu, aku senang kita terjaga semalaman bahkan tak jarang hingga dini hari. Aku melihatmu yang menarik – narik rambut tanda pikiranmu mulai kalut. Apa yang bisa aku lakukan untuk menghiburmu selain menuruti apa yang jemarimu perintahkan.
Saat suara boom itu aku ingat kau baru saja membuka situs lowongan kerja. Kau panik dan kalang kabut, aku tak bisa melakukan apapun selain berdiam diri menyaksikanmu yang histeris sembari aku terus memproses program yang tadi kau buka.
Aku tak tahu apa yang lebih baik kau lakukan selain apa yang baru saja kau lakukan. Meninggalkanku dan seisi rumahmu yang sibuk dengan pikirannya masing – masing. Kami memang berbeda rupa dan bentuk namun asal kau tahu kami satu hati di sini, mencintaimu dalam diam dan istilah benda mati. Siapa bilang benda mati tak berhati.
...
Kebakaran yang melanda salah satu rumah di kawasan Ampera semalam diduga akibat kelalaian yang menyebabkan arus pendek. Namun, beberapa sumber mengatakan bahwa ada unsur kesengajaan dalam peristiwa ini, menurut keterangan warga sekitar beberapa hari yang lalu ada dua orang pria berbadan besar yang mendatangi rumah itu. Membentak dan mengancam akan membakar rumah tersebut. Diduga kuat kedua pria itu adalah penagih hutang. Tak ada korban jiwa pada peristiwa ini. Namun, seluruh harta benda di dalamnya hangus terbakar. Terlihat buku – buku yang hangus terbakar, telepon seluler yang hanya tinggal rangkanya serta laptop yang hitam legam di atas meja yang sudah menjadi abu.
...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar