Jumat, 18 Juli 2014

Kisah Cinta dari Kisahku [ bagian 2 ]

Aku mencintaimu seperti cinta di antara Romeo dan Juliet yang dibawa sampai mati. Aku mencintaimu seperti Adam yang rela melanggar perintah Tuhan demi Hawa. Aku mencintaimu sepenuh keyakinanku bahwa aku mencintaimu. Tak ada cerita cinta tanpa unsur kesalahan terlebih karena cinta yang kurasa untukmu mungkin lebih dari sekadar kesalahan terbesar abad ini. Karena cintaku itu sendiri sudah cukup dikategorikan sebagai kesalahan. Tak bolehkah teori relativitas jatuh hati pada Albert Einstein?  Tak bolehkah teks proklamasi jatuh cinta pada Soekarno – Hatta? Ciptaan Tuhan saja diwajibkan cinta kepada Pencipta, tak ada alasan bagiku untuk berhenti mencintaimu walaupun titik telah kau simpan pada kalimat terakhir ceritamu.
Biarkan aku menceritakan kepadamu awal mula aku mencintaimu. Kisah ini sebelumnya hanya kusimpan sendiri karena aku tak mau kau terbebani dan pada akhirnya menghentikan semua cerita yang sudah kau mulai.
Aku mencintaimu semenjak kau putuskan hadirku dalam kehidupanmu, aku mencintaimu lebih dari cintaku pada wanita pirang yang kau jodohkan padaku, yang pada akhirnya ternyata ia berselingkuh. Aku mencintaimu karena aku telah memilih, walaupun tetap kau yang memutuskan.
Ingatkah saat aku kau pertemukan dengan gadis pirang yang tejatuh dari sepeda. Aku sungguh sedang menikmati semilir angin pembuka musim semi di pinggiran Neckar saat kau takdirkan aku bertemu gadis itu. Kau buatku harus mencintai gadis itu, aku menurutimu tentu saja, aku senang membuatmu senang, kita imbang.
Aku menjalani setiap alur yang kau buat dengan suka cita. Aku ingin membuatmu bahagia dan menuruti semua inginmu. Aku menuruti titahmu saat aku harus membawa gadis pirang itu ke apartementku. Toko tempatnya bekerja terbakar dan aku tak mungkin meninggalkannya sendirian di rumah karena itu kau membuatku membawanya dan menemani tidurnya sampai lelap. Aku pun menurut saja ketika kau menyeruhku memeluknya dan membuatnya tenang. Apakah kau tidak tahu, aku harap gadis yang tenggelam dalam pelukanku adalah dirimu.
Sudah kukatakan cinta selalu terdiri dari unsur kesalahan. Dan satu lagi, kesedihan. Aku pernah sedih karenamu, walau bukan secara langsung. Aku sedih  bukan karena sikapmu padaku, justru ini tentang dirimu. Aku selalu sedih saat kau merutuki dirimu sendiri, memarahi dirimu dan mengatakan berbagai kata kasar yang semakin membuatku sedih. Kau tidak pernah salah, sungguh, manusia memiliki batasannya dan kurasa ini saatnya kau mencapai batasmu. Pergilah berlibur, mengahabiskan waktu di pinggir pantai dengan es kelapa muda dan tumpukan buku kegemaranmu, berjemur membuat kulitmu kecokelatan. Bukankah kau sangat menyukai saat kulitmu kecokelatan, kau sering kali kesal pada kulit putih pucatmu itu. Kau bilang jarang pria Jerman yang menyukai gadis berkulit putih seperti milikmu, mereka lebih menyukai gadis berkulit kecokelatan. Asal kau tahu, aku pria Jerman yang kau buat kisah dan sifatnya, aku menyukaimu apa adanya, tak perlu rubah di sana – sini.

Aku sedih saat melihatmu duduk termenung di depan layar laptop, memandang monitor yang menampilkan jendela ms.word yang kosong tanpa ada satu karakter pun yang terdeteksi. Sedih hatiku melihatmu menjambak rambutmu dan mengetuk – ngetukkan kepalamu pada meja. Mungkin kau sedang mencari inspirasi atau mungkin saja mencari jalan pintas untuk mati.
Mungkin aku yang terlalu membebanimu sehingga kau begitu obsesif menyelesaikan kisahku, melewatkan jam makanmu dan mengabaikan jam tidurmu yang sudah semakin berantakan. Malam menjadi siang, siang tetap menjadi siang yang padat dengan berbagai aktifitas. Kau berusaha menapati semua deadline yang ditumpahkan padamu. Aku sungguh ingin membantu namun apa bisaku selain menuruti semua titahmu dan tetap mencintaimu.
Sejujurnya andai kau ingin tahu, aku senang kau memasukan pria asing itu ke dalam kisahku, membawa si gadis pirang pergi dari hidupku. Aku tak bisa selamanya hidup dengan gadis yang kau takdirkan untukku namun perasaanku yang sesungguhnya justru padamu, aku cinta padamu, apa itu tak cukup luar biasa untuk menjadi sebuah akhir cerita.
Aku juga masih teringat saat di tengah jalan kau berhenti menuliskan kisahku. Ini semua karena pria yang dengan sikap semena – menanya menyatakan cinta padamu. Kau tahu bagaimana perasaanku saat itu, hatiku hancur. Kehilangan si gadis pirang yang berselingkuh tak lebih menyakitkan daripada melihatmu yang duduk memandang pria yang begitu percaya dirinya menyatakan perasaan padamu. Kupikir kehilangan di gadis pirang ini dapat memperlancar langkahku mendekatimu, namun ternyata dugaanku salah, salah besar. Ada pria asing di sampingmu yang kini selalu menemanimu. Bahkan menemanimu menuliskan kisah – kisahku.
“Was machst du, Schatzi?” 1
“Arbeiten” 2
“Geh ins Bed! Du sollst schlafen” 3
“Ich muss mein Arbeiten fertig machen” 4
Tak henti pria asing itu memintamu untuk mengehentikan pekerjaanmu dan segera pergi tidur. Namun dengan lembut kau menolaknya dan kembali meneruskan kisahku. Pria asing itu sekali lagi memintamu untuk berhenti dan segera tidur, sudah larut katanya. Namun, kau memastikan sekali lagi tak akan tidur sebelum kisahku selesai kau buat. Pria itu merajuk dan kesal padaku, bukan padamu. Kalau saja ia sampai kesal padamu tak akan pernah kubiarkan ia tertidur dengan lelap.
Kau masih kebingungan menentukan kisahku yang entah mau dibawa ke mana. Kau telah menyingkirkan si gadis pirang pelayan toko dan membuatnya bahagia bersama pria selingkuhannya. Sekarang tinggal giliranku yang kau buatkan akhir paling bahagia yang pernah kau buat, aku tidak sabar.
Ketika kau mulai memunculkan tokoh gadis lain dalam ceritamu aku sungguh keheranan. Apa yang kau mau, kenapa bukan kau saja yang turun langsung. Kita akhiri kisah ini bersama. Pria asing itu masih dengan setia menemanimu menyelesaikan kisahku walau tak jarang aku mendapatinya cemas melirik jam dinding dan menyeruput kopinya dengan resah. Aku tahu ia pasti ketakutan aku akan merebutmu sepenuhnya dari dia. Kuharap ia cukup tangguh untuk melawanku nantinya.
Aku senang kau memberikan solusi lain pada kisahku, dengan munculnya wanita yang kau deskripsikan seutuhnya mirip denganmu. Aku senang. Aku bersama denganmu walau hanya dalam cerita. Kau buat pertemuan singkat kita di pinggiran Neckar. Aku tanpa sengaja menyenggolmu dan kita dengan mudahnya berkenalan, berbincang dengan akrab seolah teman lama yang sudah ribuan tahun tak bersua.
Ini mungkin lebih karena faktor yang sesungguhnya kita memang dua orang yang sudah lama saling kenal. Aku hanya tokoh dalam ceritamu yang pada akhirnya jatuh cinta pada sang pencipta. Aku senang kau buatkan akhir cerita  yang berakhir bahagia untuk kita. Aku bertemu denganmu di pinggiran Neckar, kita berkenalan dan dengan mudahnya kita berbincang dengan akrab, kau buat kita dengan mudah saling mencintai dan pada akhirnya dengan cepat pula kau buatku melamarmu dengan cincin perak yang barukir nama kita di atasnya. Tak kalah cepatnya, seolah kau ingin segera mengakhiri kisahku, kau buat kita menikah dan hidup bahagia selamanya.
“Schatz! Schneller! Du musst ins Bed gehen! Jetzt!” 5


“Apa yang kamu lakukan, sayang?” 1
“Bekerja” 2
“Pergilah tidur! Kamu seharusnya tidur” 3
“Aku harus menyelesaikan pekerjaanku” 4
“Sayang, lebih cepat! Kamu harus pergi tidur! Sekarang!” 4





Tidak ada komentar:

Posting Komentar