Aku mencintaimu seperti cinta di antara Romeo dan Juliet
yang dibawa sampai mati. Aku mencintaimu seperti Adam yang rela melanggar
perintah Tuhan demi Hawa. Aku mencintaimu sepenuh keyakinanku bahwa aku
mencintaimu. Tak ada cerita cinta tanpa unsur kesalahan terlebih karena cinta
yang kurasa untukmu mungkin lebih dari sekadar kesalahan terbesar abad ini.
Karena cintaku itu sendiri sudah cukup dikategorikan sebagai kesalahan. Tak
bolehkah teori relativitas jatuh hati pada Albert Einstein? Tak bolehkah teks proklamasi jatuh cinta pada
Soekarno – Hatta? Ciptaan Tuhan saja diwajibkan cinta kepada Pencipta, tak ada
alasan bagiku untuk berhenti mencintaimu walaupun titik telah kau simpan pada
kalimat terakhir ceritamu.
Biarkan aku menceritakan kepadamu awal mula aku
mencintaimu. Kisah ini sebelumnya hanya kusimpan sendiri karena aku tak mau kau
terbebani dan pada akhirnya menghentikan semua cerita yang sudah kau mulai.
Aku mencintaimu semenjak kau putuskan hadirku dalam
kehidupanmu, aku mencintaimu lebih dari cintaku pada wanita pirang yang kau
jodohkan padaku, yang pada akhirnya ternyata ia berselingkuh. Aku mencintaimu
karena aku telah memilih, walaupun tetap kau yang memutuskan.
Ingatkah saat aku kau pertemukan dengan gadis pirang yang
tejatuh dari sepeda. Aku sungguh sedang menikmati semilir angin pembuka musim
semi di pinggiran Neckar saat kau takdirkan aku bertemu gadis itu. Kau buatku
harus mencintai gadis itu, aku menurutimu tentu saja, aku senang membuatmu
senang, kita imbang.
Aku menjalani setiap alur yang kau buat dengan suka cita.
Aku ingin membuatmu bahagia dan menuruti semua inginmu. Aku menuruti titahmu
saat aku harus membawa gadis pirang itu ke apartementku. Toko tempatnya bekerja
terbakar dan aku tak mungkin meninggalkannya sendirian di rumah karena itu kau
membuatku membawanya dan menemani tidurnya sampai lelap. Aku pun menurut saja
ketika kau menyeruhku memeluknya dan membuatnya tenang. Apakah kau tidak tahu,
aku harap gadis yang tenggelam dalam pelukanku adalah dirimu.
Sudah kukatakan cinta selalu terdiri dari unsur
kesalahan. Dan satu lagi, kesedihan. Aku pernah sedih karenamu, walau bukan
secara langsung. Aku sedih bukan karena
sikapmu padaku, justru ini tentang dirimu. Aku selalu sedih saat kau merutuki
dirimu sendiri, memarahi dirimu dan mengatakan berbagai kata kasar yang semakin
membuatku sedih. Kau tidak pernah salah, sungguh, manusia memiliki batasannya
dan kurasa ini saatnya kau mencapai batasmu. Pergilah berlibur, mengahabiskan
waktu di pinggir pantai dengan es kelapa muda dan tumpukan buku kegemaranmu,
berjemur membuat kulitmu kecokelatan. Bukankah kau sangat menyukai saat kulitmu
kecokelatan, kau sering kali kesal pada kulit putih pucatmu itu. Kau bilang
jarang pria Jerman yang menyukai gadis berkulit putih seperti milikmu, mereka
lebih menyukai gadis berkulit kecokelatan. Asal kau tahu, aku pria Jerman yang
kau buat kisah dan sifatnya, aku menyukaimu apa adanya, tak perlu rubah di sana
– sini.
Aku sedih saat melihatmu duduk termenung di depan layar
laptop, memandang monitor yang menampilkan jendela ms.word yang kosong tanpa
ada satu karakter pun yang terdeteksi. Sedih hatiku melihatmu menjambak
rambutmu dan mengetuk – ngetukkan kepalamu pada meja. Mungkin kau sedang
mencari inspirasi atau mungkin saja mencari jalan pintas untuk mati.
Mungkin aku yang terlalu membebanimu sehingga kau begitu
obsesif menyelesaikan kisahku, melewatkan jam makanmu dan mengabaikan jam
tidurmu yang sudah semakin berantakan. Malam menjadi siang, siang tetap menjadi
siang yang padat dengan berbagai aktifitas. Kau berusaha menapati semua
deadline yang ditumpahkan padamu. Aku sungguh ingin membantu namun apa bisaku
selain menuruti semua titahmu dan tetap mencintaimu.
Sejujurnya andai kau ingin tahu, aku senang kau memasukan
pria asing itu ke dalam kisahku, membawa si gadis pirang pergi dari hidupku.
Aku tak bisa selamanya hidup dengan gadis yang kau takdirkan untukku namun
perasaanku yang sesungguhnya justru padamu, aku cinta padamu, apa itu tak cukup
luar biasa untuk menjadi sebuah akhir cerita.
Aku juga masih teringat saat di tengah jalan kau berhenti
menuliskan kisahku. Ini semua karena pria yang dengan sikap semena – menanya
menyatakan cinta padamu. Kau tahu bagaimana perasaanku saat itu, hatiku hancur.
Kehilangan si gadis pirang yang berselingkuh tak lebih menyakitkan daripada
melihatmu yang duduk memandang pria yang begitu percaya dirinya menyatakan
perasaan padamu. Kupikir kehilangan di gadis pirang ini dapat memperlancar
langkahku mendekatimu, namun ternyata dugaanku salah, salah besar. Ada pria
asing di sampingmu yang kini selalu menemanimu. Bahkan menemanimu menuliskan
kisah – kisahku.
“Was
machst du, Schatzi?” 1
“Arbeiten”
2
“Geh
ins Bed! Du sollst schlafen” 3
“Ich
muss mein Arbeiten fertig machen” 4
Tak henti pria asing itu memintamu untuk mengehentikan
pekerjaanmu dan segera pergi tidur. Namun dengan lembut kau menolaknya dan
kembali meneruskan kisahku. Pria asing itu sekali lagi memintamu untuk berhenti
dan segera tidur, sudah larut katanya. Namun, kau memastikan sekali lagi tak
akan tidur sebelum kisahku selesai kau buat. Pria itu merajuk dan kesal padaku,
bukan padamu. Kalau saja ia sampai kesal padamu tak akan pernah kubiarkan ia
tertidur dengan lelap.
Kau masih kebingungan menentukan kisahku yang entah mau
dibawa ke mana. Kau telah menyingkirkan si gadis pirang pelayan toko dan
membuatnya bahagia bersama pria selingkuhannya. Sekarang tinggal giliranku yang
kau buatkan akhir paling bahagia yang pernah kau buat, aku tidak sabar.
Ketika kau mulai memunculkan tokoh gadis lain dalam
ceritamu aku sungguh keheranan. Apa yang kau mau, kenapa bukan kau saja yang
turun langsung. Kita akhiri kisah ini bersama. Pria asing itu masih dengan
setia menemanimu menyelesaikan kisahku walau tak jarang aku mendapatinya cemas
melirik jam dinding dan menyeruput kopinya dengan resah. Aku tahu ia pasti
ketakutan aku akan merebutmu sepenuhnya dari dia. Kuharap ia cukup tangguh
untuk melawanku nantinya.
Aku senang kau memberikan solusi lain pada kisahku,
dengan munculnya wanita yang kau deskripsikan seutuhnya mirip denganmu. Aku
senang. Aku bersama denganmu walau hanya dalam cerita. Kau buat pertemuan
singkat kita di pinggiran Neckar. Aku tanpa sengaja menyenggolmu dan kita
dengan mudahnya berkenalan, berbincang dengan akrab seolah teman lama yang
sudah ribuan tahun tak bersua.
Ini mungkin lebih karena faktor yang sesungguhnya kita
memang dua orang yang sudah lama saling kenal. Aku hanya tokoh dalam ceritamu
yang pada akhirnya jatuh cinta pada sang pencipta. Aku senang kau buatkan akhir
cerita yang berakhir bahagia untuk kita.
Aku bertemu denganmu di pinggiran Neckar, kita berkenalan dan dengan mudahnya kita
berbincang dengan akrab, kau buat kita dengan mudah saling mencintai dan pada
akhirnya dengan cepat pula kau buatku melamarmu dengan cincin perak yang
barukir nama kita di atasnya. Tak kalah cepatnya, seolah kau ingin segera
mengakhiri kisahku, kau buat kita menikah dan hidup bahagia selamanya.
“Schatz!
Schneller! Du musst ins Bed gehen! Jetzt!” 5
“Apa yang kamu lakukan, sayang?” 1
“Bekerja” 2
“Pergilah tidur! Kamu seharusnya tidur” 3
“Aku harus menyelesaikan pekerjaanku” 4
“Sayang, lebih cepat! Kamu harus pergi tidur! Sekarang!” 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar