Sabtu, 19 Juli 2014

Anna

Dua, ditambah kakinya dan milikku jadi enam, ditambah lengannya dan punyaku jadi sepuluh, tambahan dua bola mata indahnya jadi dua belas, angka yang cantik. Tak ada yang berbeda dari kami, hampir seluruh metabolisme tubuhnya bergantung pada cairan, begitu pun aku. Tak ada yang kontras di antara kami selain dia yang seorang wanita dan pacar ke-12 sahabatku di tahun ini, hanya di tahun ini saja. Aku suka pada pacar ke-12 sahabatku, mungkin sebaiknya abaikan saja kisah ini. Tak ada tukang tikung yang berakhir dengan nasib baik.
Senandungku terhenti ketika Gert mematikan mesin motor dengan kasar dan tiba – tiba. Kenapa lagi anak ini, aku melihat wajahnya merah padam dan tatapan matanya yang tajam. Wanita. Apalagi yang sanggup membuatnya semurka ini selain perihal wanita. Gert yang malang, buta akan nikmat Tuhan lainnya yang terang. Aku terus memerhatikannya yang duduk di bangku teras, sibuk mencari sesuatu di di dalam tas. Sebungkus Mojito tergeletak di atas meja setelah salah satu personilnya diculik paksa untuk menghitamkan bibir dan paru – paru Gert.
Scheiβe
Asap berhamburan. Kata pertama yang keluar dari mulut Gert adalah sebuah umpatan yang biasa ia katakan setiap kali kesal pada apapun.
“Laura! Dumme Scheiβe! Hure!
Asap kembali keluar dengan riang dari mulutnya. Kalimat umpatan lengkap dengan menyebut nama pacarnya dengan istilah sekasar itu, pastilah mereka bertengkar, aku yakin sekali. Pasti mereka sudah putus. Jadi gadis kesebelas itu adalah Laura. Tschüβ!
Gert bukan pria yang akan begitu lama larut dalam sebuah hal, terutama masalah wanita. Ia akan dengan mudah melupakan semua hal yang mengganggunya dan dengan mudah pula mengantikan semua itu dengan hal baru yang jauh lebih menyenangkan baginya, termasuk wanita. Walaupun begitu sesungguhnya ketahuilah, ia adalah seorang yang berhati lembut di balik jaket kulit berduri. Aku kenal betul siapa Gert, lima tahun cukup bagiku untuk mengetahui setiap jengkal yang terjadi di hidupnya. Dengan bangga dan sedikit bahagia tapi tidak mengurangi rasa hormat aku berani bersumpah, aku adalah sahabatnya yang paling setia, ke mana pun ia pergi akan ada aku di sana, walaupun aku tak selalu nampak di dekatnya. Aku yang selalu bersamanya kecuali jika pakaian dalam masuk hitungan.
Sudah lama aku menemani Gert berjelajah mencari pelabuhan, pelabuhan hati. Tak butuh waktu lama bagi Gert dengan wajah tampan dan saldo mapan untuk mencuri perhatian wanita. Tak perlu lama – lama bersama seorang wanita dan tak perlu lama – lama pula untuk mencari gantinya. Pilih saja sesuka hati maka dengan cepat wanita itu jadi miliknya. Jangan salahkah Gert dan apalagi aku, tanyakan saja mengapa wanita begitu mudah jatuh pada rayuan picisan pria, mengapa wanita dengan mudah percaya pada obral janji pria, setidaknya gunakan banyak akal daripada perasaan maka wanita akan tahu mana pria yang benar – benar peduli padanya dan mana yang seperti Gert.
Musim panas kemarin Gert merayakan Sommerfest di sepanjang Hauptstaβe selama tiga  hari dengan tiga wanita berbeda. Rekor tercepatnya berkencan. Dan wanita kesebelas itu adalah Laura. Aku kira Laura akan menjadi wanita kesebelasan penutup penjelajahan Gert. Karena sikap Gert padanya sangat berbeda. Setiap hari ia selalu membawaku membeli hadiah untuk Laura, Blumenstrauβ, Schokolade, Teddy Bear, aku rasa kali ini Gert benar – benar jatuh cinta, bukan hanya sekedar berlabuh, lalu pergi.
Du kannst ja nicht verstehen
Gert benar aku memang tidak akan pernah mengerti dengan perubahan sikapnya, tapi aku tetap menjadi sahabatnya, setidaknya selama ini ia tidak pernah melupakanku dan selalu membawaku ke mana – mana, tunggu saja sampai ia benar – benar meninggalkanku, aku lindas lidahnya. Laura ini benar – benar merubah Gert,  aku sudah mengira bahwa Laura tempat terakhir perjalanan kami dan aku sangat berharap bahwa aku benar, ayolah aku tidak semuda dulu yang masih kuat menemani Gert setiap detik, aku sudah tua dan akan dilebur pemerintah sebentar lagi. Biarkan aku istirahat menikmati sore hari dari balik pagar rumah, sementara Gert melakukan apapun yang ia mau bersama Laura. Mereka senang aku bahagia apalagi yang kurang. Adil sekali.
Namun, rasanya aku masih harus menunggu untuk menikmati langit sore di rumah, entah apa yang terjadi di antara mereka tapi nampaknya Gert sangat murka dan aku tak berani berkomentar.  Setidaknya sebentar lagi Oktober, Gert pasti senang. Oktober berarti Oktoberfest, Bier, Bier, Bier, apalagi. Sudah pasti akan ada banyak wanita dan Gert dengan mudah menunjuk satu dari mereka. Tunggu, itu dulu, sekarang Gert berbeda, tadi saja asap sebungkus Mojito mengepul di teras, ia tak pernah sedespresi ini. Laura! Kau cari mati denganku.
Benar saja! Gert berubah, ia tak segarang kucing liar lagi, ia lebih banyak diam dan tak banyak bertingkah. Ini bukan Gert, apa yang terjadi dengan kawanku. Laura! Dia harus bertanggung jawab. Yang bisa aku lakukan adalah bersabar hingga Oktoberfest dimulai, sebentar lagi aku yakin, sembari menunggu anggap saja aku menonton pertunjukan cinta dengan Gert sebagai tokoh utama yang sedang patah hati.
Aku kini lebih banyak berdiam diri di depan teras, Gert membiarkanku di luar dan tidak membantuku berteduh di dalam, angin musim gugur mulai menggelitik tubuhku. Ah, kawan! Ayolah!
Aku rasa ini jawaban dari kesabaranku menunggu Gert di luar, mungkin anugerah dari mana saja entahlah aku tidak peduli dari mana datangnya ini benar- benar menakjubkan. Aku sering melihat wanita – wanita cantik berkeliaran di sekitar rumah, namun yang ini, aku baru pertama kali melihatnya, pertama kali merasakan panas tubuhku meningkat berkali lipat. Ia lebih cantik dari kesebelas wanita Gert yang dulu, aku harap Gert tidak melihat wanita ini.
Senyumannya bagai bunga yang mekar di tengah musim gugur, aku tak pernah melihat yang seperti ini, apa ini yang sering Gert rasakan. Kawan, aku tahu sekarang bagaimana rasanya. Wanita itu masih dapat aku lihat dengan jelas, sepatu kets merah muda, blue jeans, tshirt putih dan rambut hitam yang dibiarkan terurai, wajahnya manis, dari rambut hitam dan warna kulitnya aku tahu, dia pasti keturunan Turki, menarik. Ia berjalan dengan cepat seperti kebanyakan orang Jerman lainnya. Rasanya ingin aku memperlambat langkahnya, biarkan aku nikmati anugerah ini. Gert jangan keluar rumah, aku mohon.
Sial! Kenapa ia keluar.
Gert menghampiriku, menyapaku ramah, mengecek tubuhku yang sudah lama kaku. Jangan lihat ke kanan aku mohon, lihat saja tubuhku yang kurang cairan ini. Gert menghidupkan mesin motornya, aku bersenandung namun sedikit sumbang, wajar saja sudah lama aku tak mengeluarkan bunyi. Alis Gert sedikit berkerut mendengar suaraku yang begitu tak enak masuk gendang telinga.
Kami pergi ke sebuah toko roti langganan Gert, tidak terlalu jauh dari rumahnya hanya saja Gert orang Jerman yang tidak kejerman-jermanan, ia malas berjalan kaki dan lebih suka memintaku menemaninya, tidak, ia tak pernah memintaku ia melakukan apapun sesuai keinginannya.
Weissbrot, bitte. Und einen Kaffee
Seperti biasa ia gemar memakan roti gandum putih yang agak keras dengan secangkir kopi. Dengan santai ia menikmati makanannya, lama sekali rasanya tidak menikmati jalan – jalan bersamanya. Ah, tidak aku sedang tidak menikmati perjalanan ini, aku takut Gert melihat wanita itu, tidak.
Ketika kami hendak kembali pulang aku macet, ah apalagi ini, aku ingin segera pulang sebelum Gert melihatnya. Ia mengecek mesin, tak ada yang salah katanya, ia terus mencoba menghidupkan mesin motornya, berkali – kali dan terus gagal. Ayo pulang aku tidak mau Gert melihat wanita itu. Gert terus mencoba sampai akhirnya ia tetap saja gagal. Seorang pria dari kedai menghampiri kami.
Was ist los?”
Tolong kami, tolong bawa Gert secepatnya pulang sebelum melihat wanita itu.
Mein Motorrad funktioniert nicht
Achso, darf ich mal?
Pria itu menghampiriku, mengecek seluruh tubuhku dan berhenti pada panah merah yang sangat dekat dengan huruf e. Gert! Bensinnya habis, tanpa cairan itu mana mungkin mesinnya hidup, aku memang buatan Jerman  tapi bukan berarti tak butuh bensin. Gert merasa malu pada pria dari kedai itu, mereka sedang asyik mengobrol ketika seorang wanita yang tadi aku lihat keluar dari kedai menghampiri pria yang sedang berbincang dengan Gert.
“Anna, hier ist Gert. Meine beste Gäste
Namanya Anna dan Gert kini bertemu dengan Anna, menjabat tangan Anna, tersenyum pada Anna, berbincang dengan Anna, menatap Anna lagi lebih dalam, seperti mencari sesuatu di mata Anna, ia masih terus menatap Anna sampai akhirnya tersadar bunyi benda jatuh yang mengagetkan semua orang.
“Bruk!”
Aku jatuh, tubuhku dan perasaanku. Aku tahu sebuah motor tak mungkin memiliki hati, tapi aku dapat merasakan, merasakan Gert yang kembali cerah, merasakan Anna yang sepertinya tertarik pada Gert, merasakan tubuhku yang lemas dan terjatuh. Tanpa cairan bensin itu apalah aku, hanya akan berakhir dengan tumpukan debu di garasi rumah. Tanpa kesempatan memandang langit sore apalagi memandang Anna, tinggal tunggu waktu sampai dilebur. Motor tua dengan senandung knalpot khas tahun 90an.
"Prost!"

Semua yang hadir sibuk dengan Mass mereka yang terisi penuh  Bier, begitupun dengan pasangan yang nampak bahagia bercanda tawa di dekat tumpukan jerami kering.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar